BOSAN dengan keriuhan di media sosial namun baru memiliki satu rilisan saja membuat, unit mediterranean ambient Punk asal Bandung bernama Su...
BOSAN dengan keriuhan di media sosial namun baru memiliki satu rilisan saja membuat, unit mediterranean ambient Punk asal Bandung bernama Sucka menegaskan sikap serta warna bermusik mereka dalam perilisan EP perdananya pada Jumat (15/11/2024), dan tentu jadi perayaan yang telah dinantikan bertahun-tahun.
Mungkas Raga Na Gagawar (Bahasa Sunda: mengakhiri tubuh di tempat hukuman mati, red) yang berisikan lima trek solid dengan total durasi 15 menit ini mengisyaratkan perjalanan menuju kematian para penguasa yang korup, pelanggar HAM, dan pelaku ketidakadilan. Dengan nuansa musik perang di gurun pasir, kelima lagu dalam EP ini menggambarkan perlawanan.
Mereka yang tidak berpihak kepada rakyat tidak pantas untuk menjadi pemangku kekuasaan dan lebih baik mati ditempat pelaksanaan hukuman mati. Bayangin aja denger lagu ini sambil liat prajurit perang di gurun pasir angkat senjata di kudanya masing-masing hahaha," ujar sang gitaris, Aldew.
Berbicara tentang musikalitas, EP perdana Sucka ini terkesan unik karena menggabungkan banyak komponen, dari yang tanpa vokal hingga lagu bernuansa beatdown pun turut tersaji dengan menggabungkan riff gitar dan bassline yang ekspresif, melodi gitar yang bercerita, vokal serak penuh emosi, dan drum cepat, Mungkas Raga Na Gagawar menyuguhkan musik punk unik bernuansa Timur Tengah yang solid.
EP Mungkas Raga na Gagawar mulai digarap akhir 2023 dengan tiga lagu awal, namun kemudian ditambah dua lagu untuk menghasilkan karya yang lebih solid. Bagi yang pernah menonton mereka secara langsung mungkin tidak asing dengan lagu yang terdapat dalam EP tersebut, tak heran karena bagi Sucka itu merupakan bentuk promosi lebih awal bagi EP perdananya ini.
Setelah satu tahun pengembangan materi, rekaman dilakukan secara mandiri dengan proses rekaman drum di studio Bandung Selatan. Mixing dan mastering dikerjakan oleh Abay (Rub of Rub), sedangkan artwork EP digarap oleh Bikry Praditya di sebuah daerah di Selatan Jawa.
Cover EP yang cukup ikonik ini menceritakan keseluruhan EP, bahwa kematian kadang bisa datang kapan saja atau bahkan didatangkan oleh orang lain. Begitu pun tentang pelaksanaan hukuman mati yang kini tempatnya bisa berupa apa saja. Cover EP ini juga menyiratkan tentang kelima lagu dalam satu gambar.
Keseluruhan EP ini menceritakan tentang peringatan terhadap mereka para pemangku kepentingan untuk sadar diri, bahwa tak ada dari mereka yang memiliki derajat lebih tinggi dibanding rakyatnya sendiri. Hal-hal itu dapat dilihat dari makna tiap lagunya yang berapi-api, ekspresif, dan tentu memaksa kita berdansa ria di moshpit.