Page Nav

HIDE

Classic Header

{fbt_classic_header}

Top Ad

//

Breaking News:

latest

Penyanyi Suarakan Kepastian Hukum dan Keadilan Royalti, VISI Sampaikan Aspirasi ke DPR

DALAM  upaya untuk tercapainya keadilan dan kesejahteraan untuk semua pihak, Organisasi penyanyi profesional Vibrasi Suara Indonesia (VISI) ...

DALAM upaya untuk tercapainya keadilan dan kesejahteraan untuk semua pihak, Organisasi penyanyi profesional Vibrasi Suara Indonesia (VISI) memenuhi undangan Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR RI.


VISI berharap DPR RI 
dapat memperkuat regulasi yang berpihak pada keadilan, transparansi, dan keberlangsungan semua pihak dalam industri musik nasional. VISI menyampaikan sejumlah catatan penting kepada BKD terkait perlindungan hukum dan kepastian sistem royalti yang adil bagi para penyanyi di Indonesia.

Pertemuan tersebut dilakukan di BKD DPR RI pada Jumat (2/5/2025) pukul 14.00 WIB. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen VISI dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat, berimbang, dan selaras dengan praktik terbaik internasional.

Kami menyoroti bahwa secara Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi mengetahui bahwa tidak perlu memiliki izin untuk dapat membawakan lagu karena para pencipta lagu sudah menjadi anggota LMK," kata Ketua Umum VISI, Armand Maulana dalam keterangan persnya.

Dengan menjadi anggota, lanjut dia, para pencipta lagu sudah memberikan kuasa kepada LMK untuk mengatur prosedur hak terkait dan mengoleksi royalti pertunjukan. Dalam praktik internasional, urusan lisensi dan pembayaran royalti kepada pencipta lagu merupakan tanggung jawab penyelenggara acara atau pengguna komersial, bukan penyanyi.

Indonesia, sebagai bagian dari hukum kekayaan intelektual internasional, tidak sepatutnya menetapkan standar yang berbeda.

VISI yang diwakili oleh Armand Maulana, Ariel, Dewi Gita, Bunga Citra Lestari, Vina Panduwinata, Donne, David Bayu, Fadli Padi, dan Kadri menyampaikan beberapa poin, yang meliputi: Pertama, Pentingnya Kepastian Hukum. Sistem apapun yang dipakai untuk melakukan kolektif dan distribusi royalti—harus memberi kejelasan hukum agar penyanyi dapat menjalankan profesinya tanpa risiko kriminalisasi atau tumpang tindih tagihan dari berbagai lembaga.

Kedua, Menolak Potensi Kriminalisasi. VISI menolak adanya pelarangan atau kriminalisasi terhadap penyanyi di seluruh Indonesia, akibat sistem lisensi yang tidak transparan dan tidak terpublikasi dengan baik. Secara Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi tidak dilarang membawakan lagu milik pencipta karena para pencipta lagu sudah memberikan kuasa kepada LMK untuk mengatur prosedur hak terkait dan mengoleksi royalti pertunjukan yang dibayarkan oleh pengguna lagu.

Ketiga, Privasi dan Perlindungan Data. VISI menolak standar tarif royalti yang menggunakan data pribadi atau finansial penyanyi sebagai acuan. Hal ini melanggar UU Perlindungan Data Pribadi serta strategi harga rahasia yang dilindungi secara bisnis.

Meskipun demikian, VISI menegaskan bahwa penyanyi tetap menjunjung tinggi komunikasi, etika, dan budaya kekeluargaan dengan para pencipta lagu. Upaya menjaga relasi baik dan mendukung peningkatan pendapatan royalti pencipta terus diutamakan sebagai wujud solidaritas dalam membangun industri musik Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

Armand menjelaskan, bahwa penyanyi bukan penghalang ekosistem, justru bagian penting dari jembatan karya ke publik. Maka sudah semestinya perlindungan hukum diberikan agar mereka dapat terus berkarya secara profesional dan berintegritas.